Nasrudin
adalah seorang sufi yang hidup di kawasan sekitar Turki pada abad-abad
kekhalifahan Islam hingga penaklukan
Bangsa Mongol. Sewaktu masih sangat muda, Nasrudin selalu membuat ulah
yang menarik bagi teman-temannya, sehingga mereka sering lalai akan
pelajaran sekolah. Maka gurunya yang bijak bernubuwat: "Kelak,
ketika engkau sudah dewasa, engkau akan menjadi orang yang bijak.
Tetapi, sebijak apa pun kata-katamu, orang-orang akan
menertawaimu."
Nasrudin berbincang-bincang dengan hakim kota. Hakim kota, seperti
umumnya cendekiawan masa itu, sering berpikir hanya dari satu sisi saja.
Hakim memulai, "Seandainya saja, setiap orang mau mematuhi hukum
dan etika, ..."
Nasrudin menukas, "Bukan manusia yang harus mematuhi hukum, tetapi
justru hukum lah yang harus disesuaikan dengan kemanusiaan."
Hakim mencoba bertaktik, "Tapi coba kita lihat cendekiawan seperti
Anda. Kalau Anda memiliki pilihan: kekayaan atau kebijaksanaan, mana
yang akan dipilih?"
Nasrudin menjawab seketika, "Tentu, saya memilih kekayaan."
Hakim membalas sinis, "Memalukan. Anda adalah cendekiawan yang
diakui masyarakat. Dan Anda memilih kekayaan daripada
kebijaksanaan?"
Nasrudin balik bertanya, "Kalau pilihan Anda sendiri?"
Hakim menjawab tegas, "Tentu, saya memilih kebijaksanaan."
Dan Nasrudin menutup, "Terbukti, semua orang memilih untuk
memperoleh apa yang belum dimilikinya."