MABES - Berita

 

 

Lagi-lagi soal Gusdur (seri #2)
Posting 24/02/01 by Goh

Sufi 24/02/01

Masih tetap sepi hatiku.
Pemimpin mana yang pada saat rakyatnya ditimpa bencana, malah melawat
ke luar negeri.
Malah naik haji.

kalau ada hak bagiku untuk menghujat pemimpin kami itu.
tentu sudah kunyatakan.
kalau ada dayaku untuk menampar wajahnya,
tentu sudah biru pipinya.

Aku takut, dengan keadaan kita sekarang ini, kita juga dianggap
mendzalimi rakyat-rakyat tak berdosa.

Kita yang punya sedikit harta,
Kita yang punya sedikit kekuatan untuk menulis,
maupun kita yang punya sedikit kemampuan untuk menciptakan sistem
Ilahiyyah di muka bumi ini.
Sudahkah keutuhan nikmat itu dikeluarkan untuk mengayomi ummat,
walaupun sekedar membantu tetangga yang kelaparan.
Ataukah hanya jadi konsep yang sebatas bibir saja ?

Di hari menjelang hari berqurban,
kusadari bahwa kenikmatan haji bagi pemimpin-pemimpin negara yang
diazab ini, adalah tetap berada dan berjibaku di tengah-tengah rakyat
yang sengsara.
bukan di Arab sana.
tapi di tempat ini;
Ditengah orang-orang sedih yang perlu digembirakan.

Wassalam...
kegalauan Tuan Sufi.
Saudara-saudaraku, Mohon Aku ditenangkan...!

Chy 26/02/01

Iqbal, pesanku cuman satu....
boleh lah kita tidak senang dengan cara kepemimpinannya, tetapi kita jangan pernah menyangsikan akan hatinya (mis, naik haji) apakah mabrur atau tidak hanya Allah yang tau semata, jadi boleh kita mengkritik dan membenci cara keputusannya saja, tetapi hati dan niatnya cukup Allah saja yang tau....
Apalagi kalau sampai azab, sebisa mungkin kita mendo'akan yang baik2x saja, karena walupun begitu dia seorang muslim seperti kita......

Sufi 27/02/01

Bukannya aku menyangsikan hatinya.
Bukannya juga masalah mabrur atau tidaknya.
Aku cuma mengingat berbagai kisah,
Mengenai substitusi amal.
Kefleksibilitasan Ajaran Islam.
Yang menjunjung tinggi prioritas perbuatan.

Seorang sahabat kecil ingin berjihad,
tapi tidak diperbolehkan Rasulallah,
hanya karena punya seorang ibu renta,
Namun kata Rasulallah, Ia sudah mendapat pahala jihad.

Seorang wanita --maaf-- mantan pelacur yang ingin bertaubat.
Saat kehausan di tengah padang pasir dalam perjalanannya menemui sumur
yang dalam. Saat ia hendak meminumnya setelah susah payah setengah
mati turun sumur, eh ada anjing kehausan. Ia nggak jadi minum, dan
akhirnya mati.
Niat taubatnya sudah diterima, dosanya sudah diampuni.
padahal belum sampai ia menemui orang alim di madinah.

Seorang tukang roti, punya ibu yang setiap hari dia suapi.
Saat niat berhajji dan biayanya sudah cukup, ibunya melarangnya.
Tapi dia memaksakan diri. Ibunya murka.
Anak itu dirampok di tengah jalan dan jadi budak.
tak pernah sampai di Makkah Al Mukarromah....

Negeri ini boleh dibilang sebagai Ibu dari anak yang ingin berjihad itu, atau bahkan sebagai makhluk yang kehausan di tengah padang pasir.
Yang mungkin akan sangat sedih jika saat ditinggalkan oleh pemilihan
prioritas tak berperhitungan.

Toh bagi pemimpin kita Al hajj sudah bukan kewajiban lagi, tapi sekedar sunnah karena mereka sudah berkali-kali.

Panggilan Hajji sangat suci, sehingga janganlah kita menyambutnya
dengan nafsu keinginpuasan dan sambil melupakan prioritas yang lain.

Panggilan Allah toh bukan hanya di Makkah.
Di samping rumah kita pun, jika ada tetangga kelaparan ; itu juga
panggilan yang harus segera dipenuhi.

 

 BACK

   

NEXT

 

Back to Mabes Berita

 

Copyright ©  Sang Pengelola Allright Reserved.