MABES - Berita

 

 

WAFATNYA MBAH TERCINTA...
Posting 27/12/00 by Iqbal
1 Syawal 1421 H

Saudara-saudaraku, Ramadhan Insya Allah membawa berkah bagi peningkatan amal ibadah serta (Insya Allah) ketakwaan kita semua. Dalam hari yang suci dan hari kembalinya kita kepada fitrah ini, telah datang cobaan yang mudah-mudahan menjadi satu rangkaian 'kawah candradimuka' Ramadhan bagi sebuah jiwa sederhana Iqbal atau Tuan Sufi atau Goh dan semua keluargaku di Bogor, di Jakarta, di Palembang.

Bersamaan dengan kusampaikan Selamat mendapatkan kemenangan Ramadhan kepada Dear Mabeser, dengan ini kukabarkan pula bahwa saya baru ditinggalkan oleh nenek tercinta saya, dalam usia beliau 96 tahun, tepat pada 1 Syawal 1421 pukul 16.25 bbwi.

Pelajaran yang sangat indah adalah, dimana telah dikaruniakan kesempatan menyaksikan proses 'kepergian' beliau. Saat-saat dimana tangan malaikat maut beraksi, saat emosi bercampur aduk sehingga tangan yang memegang Quran kecil yang senantiasa saya bacakan di dekat beliau saat itu bergetar sedemikian kerasnya bersamaan dengan 'berangkat'-nya beliau....

Betapa tidak gemetar, nafas mbah putri yang satu-satu, tiba-tiba hilang, leher beliau bergetar, tidurnya pada saat itu tiba-tiba terhenti, mata yang terpejam, terbuka menyaksikan pemandangan yang tidak bisa sedikitpun dirasakan oleh manusia yang belum waktunya wafat. Lalu terpejam kembali untuk selamanya dengan setitik air di dua sudut matanya, air mata ketenangan...

Surah Yasin yang sedang saya bacakan udah nggak karuan lagi kuperhatikan, berulang kali saya bisikkan kalimah thayyibah ke telinga beliau, dan alhamdulillah, bersama itulah saya antar beliau menghadap Allah.

Saudara-saudaraku, Mbah saya itu semasa kecilnya dididik dengan keras dalam masalah agama oleh buyut saya KH. M. Amin. Kiayi besar di daerah Kampung halaman bapak saya, Jua-jua di OKI Sumsel. Pada masa tuanya ini, walaupun pikun, mbah saya tidak melupakan sedikitpun hafalan-hafalan surat Alqur'an, doa-doa, shalawat-shalawat nabi, yang pada pagi hari 1 Syawal ini ia bacakan semuanya tak henti-henti, bahkan ditambah dengan gaya lagu-lagu yang ternyata merupakan suaranya yang terakhir saya dengar.

4 tahun terakhir yang saya alami dengan beliau adalah masa-masa yang nggak bisa dilupakan sedikitpun. Yang jelas, dengan adanya beliau di rumahku di Bogor ini (sebelumnya beliau tinggal di Palembang), kami mendapatkan kesempatan berbakti yang lebih lagi untuk sabar melayani beliau dalam kehidupan sehari-harinya.

Banyak sebenarnya yang ingin kusampaikan sebagai bentuk curhatku kepada kalian semua, tapi  karena emosi serta rasa kehilangan yang masih mengental di dada saya ini belum sedikitpun mereda, aku perlu waktu untuk bisa menulis dengan teratur seperti biasanya. Pasti ada hikmah yang bisa digali dari kejadian ini. dan yang jelas dualisme perasaan yang timbul ini, yaitu perasaan gembira menyambut kemenangan atas kembalinya fitrah jiwa kita, sekaligus perasaan sedih kehilangan kesempatan lebih jauh untuk berbakti kepada mbahku itu karena kepergiannya, sangat mengharu biru kemapanan jiwaku. Lebih dari kehilangan seorang kekasih yang menikah dengan orang lain (yang ini mungkin bukan Alhie aja yang ngalamin), lebih dari sekedar kehilangan materi-materi lainnya.

Dan yang jelas, seperti yang pernah Mbah-ku bilang beberapa hari sebelum kepergiannya, "Insya Allah saya akan bertahan sampai Lebaran", Mbahku itu telah menepati janji berpisahnya kepada kami semua. Garis takdir begitu jelas, kita hanya bisa mengikuti saja dengan ikhlas. dan saya akan berusaha tetap ikhlas.

 
Selamat jalan Mbahku..
Selalu akan kubacakan ayat-ayat utama Qur'an mulia.
Biar jadi penerang dan peluas kuburmu.
Sebagai baktiku, cucu yang (harus) mulia.
Bagi Engkau, nenekku yang mulia.
 
 
Mohammad Iqbal - Tuan Sufi - Goh
Adalah Seorang Cucu......
 

2 Syawal 1421H Pukul 8:30
Saudara-saudaraku, aku enggak tahu apa yang berkecamuk di kepalaku saat kuangkat tubuh renta yang udah nggak terlalu berat lagi itu. Kekakuan seperti layaknya jasad-jasad yang pernah kutemui sebelum kejadian menggemparkan ini, seperti tidak ada. Rasanya seakan masih seperti saat-saat hidupnya dulu, ketika sering kuangkat pula tubuh beliau saat beliau ingin buang hajat di pispot 'kebesaran'-nya.

Beliau baru selesai dimandikan. Kali ini yang memandikannya cukup banyak, termasuk aku yang turut menyiramkan air-air wangi ke tubuhnya yang beberapa saat lagi tak akan pernah kulihat lagi. Biasanya aku nggak pernah mau turut mandi-in  beliau setiap hari ahad atau jumat semasa hidupnya. Hanya ibuku dan adik-adik perempuanku. Tapi untuk terakhir kali ini, justru hal inilah yang ingin kulakukan, sekedar memberikan penghormatan terakhir kepada beliau.

Telah banyak yang beliau alami. Pahit getir kehidupan yang keras, dihadapinya dengan tabah, dan juga dengan kekerasan yang menghasilkan anak-anak utama seperti bapak saya. Kusaksikan saat mbah mulai dibungkus kain 6 lapis, kuperhatikan ketidakberdayaan jasad yang sudah tidak berjiwa lagi itu, dan mematri peringatan keras di lubuk sanubariku ; entah hari ini, esok atau lusa kita semua pun akan seperti itu. Sampai detik ini apakah yang sudah kita lakukan untuk mempersiapkan hari peng-hisab-an segala amal perbuatan kita ?

Dalam hal ini kusadari, meski pun Mbah ku adalah orang paling tegar, tegas dan keras. Disaat Allah memanggilnya, tidak ada sedikitpun yang tersisa di jasadnya. begitu juga kita kelak. Maka keyakinan Mabeser yang biasanya mencapai 150 % dalam beraktifitas pun jangan jadi pemicu untuk sebuah kesombongan atau keujuban.Aku sadar sekali, melihat kejadian ini ; manusia SANGAT tidak layak untuk sombong dan terlalu yakin pada dirinya sendiri.

Saudara-saudaraku...

Ritual pelayanan jenasah alhamdulillah kualami dari awal. Aku jadi perlu menyatakan, bahwa aku sangat malu pada keterbatasan kemampuanku menjalankan fiqh Islam dalam hal ini. Aku nggak tahu gimana cara memandikan, tidak tau gimana meng-kafani. Dua hal terpenting bagi seorang cucu untuk melayani cikalnya terakhir kalinya. Hal ini membuatku mencoba cari peluang lain dalam melayani beliau. Jadi mungkin ini juga bisa dijadikan pelajaran bagi mabeser lainnya, bahwa selalu ada cara untuk itu. Berikut ini kuurutkan beberapa Standart Operation Procedure yang akhirnya kutemui, untuk melayani jenasah :
1. hubungi makam, salah seorang keluarga mesti menentukan kavling-nya.
2. siapkan rumah untuk menerima pelayat, jika perlu siapkan tenda.
3. Hubungi rumah sakit untuk ambulance pembawa jenasah.
4. Mesjid di lingkungan harusnya udah memiliki perlengkapan jenasah ; kurung batang, tempat memandikan, kain-kain kafan, serta yang terpenting pengumuman bagi warga.
5. Hubungan dengan jamaah di desa sekitar komplek (kalo tinggal dikomplek perumahan), harus dijaga, sebab biasanya orang-orang ahli memandikan dan mengkafani banyaknya dari mereka. Dan alamat mereka pun harus disiapkan jauh-jauh hari sebelumnya dalam koordinasinya dengan mesjid lingkungan tersebut.
6. Tetangga adalah betul-betul penolong yang utama. Untuk inilah Rasul memerintahkan untuk menghormati tetangga, sebab Aku betul-betul merasa bahwa bantuan mereka tiada tara nilainya, di saat-saat keluarga bingung dan dalam keadaan yang biasanya sulit berfikir.

Saudara-saudaraku...

mungkin itu aja dulu.
perasaan ini harus selalu langsung kusalurkan.
Mohon maaf jika seluruh saudaraku jadi turut kebanjiran kesan-kesan yang sepertinya terlalu kubesar-besarkan.
Mungkin inilah yang Abu Bakar dan Umar bin Khottob rasakan ketika Rasulallah dipanggil Allah.
Perasaan kehilangan pegangan.
Perasaan khawatir.


Back to Mabes Berita

Lihat Komentar dari MABES

 
 

Copyright ©  Sang Pengelola Allright Reserved.